Bersama Pasti Bisa

Sebuah Refleksi Hidup

Desmond Mpilo Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan. Ia juga merupakan seorang aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an sebagai salah seorang penentang apartheid. Tutu dipilih dan ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan. Ia memperoleh Nobel Perdamaian tahun 1984.

Riwayat Hidup

Mgr. Desmond Tutu lahir di Klerksdorp, Transvaal pada 7 Oktober . Ia disekolahkan di Ventersdorp, Krugersdorp dan Johannesburg. Pada tahun 1954 Tutu memiliki ijazah mengajar dari College Pretoria Bantu Normal dan ia kemudian menyelesaikan gelar Bachelor of Arts di University of South Afrika (UNISA). Tapi setelah tiga tahun sebagai guru, Tutu berhenti sebagai protes terhadap standar pendidikan orang kulit hitam yang memburuk oleh karena pelaksanaan undang-undang tahun 1953.
Pada 2 Juli 1955, Tutu menikahi Nomalizo Shenxane Lea, seorang guru bekas murid ayahnya. Mereka memiliki empat anak: Trevor Armstrong Thamsanqa Tutu, Theresa Ursula Thandeka Tutu, Naomi Nontombi Tutu dan Mpho Andrea Tutu, yang semuanya bersekolah di Swaziland. Tutu telah menikah selama lebih dari 50 tahun.
Setelah mengajar Tutu mendaftarkan diri di Theological College St Peter. Dia ditahbiskan sebagai diakon pada tahun 1960, dan menjadi imam pada tahun 1961. Pada tahun 1962 ia pindah ke London, ia menyelesaikan gelar Honours dan Magister Teologi pada tahun 1966.
Pada tahun 1975 ia diangkat menjadi Dekan Katedral St Maria di Johannesburg, Tutu menjadi orang kulit hitam pertama memegang posisi itu. Dari tahun 1976 sampai 1978 ia menjabat sebagai Uskup Lesotho, dan pada 1978 ia menjadi Sekretaris Dewan Gereja Afrika Selatan pertama yang berkulit hitam. Tutu adalah doktor kehormatan dari sejumlah universitas terkemuka di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman.

Sejarah Singkat Apartheid

Apartheid adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990. Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer (Petani Afrikaner) yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria dan Johannesburg).
Perdana Menteri Hendrik Verwoerd pada tahun 1950-an mulai mencanangkan sistem pemisahan di antara bangsa berkulit hitam, dan bangsa berkulit putih, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1913 yaitu "Land Act" dimana para bangsa kulit hitam tidak boleh memiliki tanah semeter pun di luar batas "Homeland" mereka, yang sangat kotor dan tidak terawat. Namun masa kelam itu diakhiri oleh Frederik Willem de Klerk dengan pidato-pidatonya yang bermakna.

Karya Mgr. Desmond
Mgr. Desmond Tutu memprotes sistem Apartheid, karena ia merasa bahwa hal tersebut mengekang kebebasan orang lain. Pada tahun 1976, protes di Soweto atas penegakan pemerintah Apartheid memuncak karena pembantaian puluhan mahasiswa, yang memicu kerusuhan dan kemarahan dunia. Tutu telah menjadi semakin blak-blakan tentang apartheid dan milik pribadi yang diderita oleh orang kulit hitam. Seperti banyak orang yang berbicara menentang apartheid, ia juga dilecehkan oleh polisi keamanan negara dan paspornya disita.
Dalam sebuah tulisan ia mengkritik kebijakan pemerintah dengan menyatakan bahwa orang kulit hitam tidak diberi kesempatan untuk memilih dalam hidup mereka sendiri, malahan mereka menderita di tanah sendiri. Selama ia mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ia merangkul seluruh orang Afrika Selatan dan mengikutsertakan mereka dalam karya komisi ini. Komisi ini mengkampanyekan slogan "Kebenaran itu menyakitkan, tapi diam itu membunuh", untuk mengajak seluruh pihak terlibat dalam upaya mengungkap kebenaran dan rekonsiliasi.
Desmond Tutu telah merumuskan tujuan untuk membentuk masyarakat yang demokratis dan berkeadilan tanpa perpecahan rasial, dan telah menetapkan poin-poin berikut sebagai tuntutan minimal:
1. Hak-hak sipil yang sama untuk semua
2. Penghapusan hukum paspor Afrika Selatan
3. Sistem umum pendidikan
4. Penghentian deportasi paksa dari Afrika Selatan untuk yang disebut "tanah air"

Berakhirnya Apartheid

Menyusul pengangkatan FW de Klerk pada tahun 1989 sebagai Presiden Negara, FW de Klerk pada 2 Februari 1990 membatalkan pemblokiran ANC dan partai politik lainnya, dan mengumumkan rencana untuk melepaskan Nelson Mandela dari penjara, yang berlangsung pada 11 Februari. Setelah jatuhnya rezim apartheid di tahun 1994 dan berkuasanya Kongres Nasional Afrika Tutu sering menggunakan frasa Rainbow Nation (Bangsa Pelangi). Ia menggunakannya sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan keragaman di Afrika Selatan. Nelson Mandela pun menjadi presiden Afrika Selatan yang pembela dan hebat.
Meskipun apartheid resmi dihapus pada tahun 1990, situasi di Afrika Selatan masih belum lepas dari masalah kemanusiaan. Menurut Tutu masih ada dosa dan juga benih yang berkelanjutan yang dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya penindasan kembali. Ia berpendapat bahwa "Orang yang ditindas kelak dapat menjadi penindas karena dosa membuat kemungkinan ini menjadi ada".
Desmond Tutu Sekarang
Sekarang Desmond telah menjadi Uskup Emeritus, walaupun sudah pension menjadi uskup ia tetap aktif memperjuangkan Hak Asasi Manusia tidak hanya di Afrika Selatan tapi juga di seluruh dunia.

Refleksi
Sebagai manusia kita harus tetap berusaha sebaik mungkin, kita harus mau menjadi orang yang membela kebenaran. Kita juga tidak boleh membeda-bedakan orang karena fisik maupun sikap. Semua orang adalah baik adanya. Tidak ada yang buruk di mata Tuhan, mari menghargai satu sama lain. AMDG (Ad Maiorem Dei Gloriam)

0 comments:

Post a Comment

About this blog

Hello, selamat datang di blog saya..
Saya membuat blog ini sebagai tempat merefleksikan diri dan berbagi pengalaman...
SELAMAT MEMBACA....

Total Pageviews

Pages

Powered By Blogger
Powered by Blogger.

Iklan Wacana Bhakti

Bergabunglah bersama kami di Seminari Wacana Bhakti

Followers

About Me

My Photo
Barry Ekaputra
View my complete profile