Bersama Pasti Bisa

Sebuah Refleksi Hidup

Pemalakan di kalangan para pelajar amatlah marak dari dulu sampai sekarang. Kalau dulu para pemalak pelajar hanya pasang badan, sekarang ini mereka berani menggunakan senjata tajam. Tidak hanya pelajar yang berbadan kekar tetapi juga para pelajar “polos” bernyali besar berani melakukan pemalakan. Mereka melakukan pemalakan dari mereka, oleh mereka, untuk mereka. Mereka yang merencanakan, mereka yang menjalankan dan hasilnya pun untuk mereka. Terkadang memang membingungkan kenapa para pelajar itu harus memalak hanya untuk Rp 500 - Rp 5.000 padahal mereka bisa mendapatkan uang tersebut dengan bekerja sedikit atau pun mungkin jual suara alias “mengamen”. Badan sehat, tenaga kuat sudah lah menjadi modal. Pemalakan ini merupakan salah satu perampasan hak asasi para pelajar. Para pelajar korban pemalakan menjadi orang-orang yang kaget pastinya juga tertekan. Hal pemalakan ini bukanlah Sesutu yang baik melainkan sesuatu yang mengambil hak orang lain. Pemalakan menyebabkan pelajar yang menjadi korban menjadi kehilangan keceriaannya, hal itu menghambat proses pendidikan mereka. Sang pemalak sendri juga akhirnya menjadi pribadi-pribadi yang lebih memikirkan kepuasan pribadi daripada pendidikan.

Dari Pelajar

Para pelajar melakukan pemalakan alasan dasarnya adalah butuh uang (alias: bokek). Tak tahu kenapa tiba-tiba terkadang mereka merasa memiliki kebutuhan lain yang mendesak disaat mereka sedang dalam kondisi tidak punya uang. Padahal kebutuhan itu bila dilihat-lihat hanyalah pemuas nafsu semata. Tapi terkadang mungkin mereka juga merasa kekurangan dalam hidup mereka seperti bayar uang sekolah, untuk makan dan lain-lain. Para korban yang tiba-tiba melintas didepan mata mereka merupakan tangkapan lezat untuk diterkam. Biasanaya para pelajar pemalak juga memalak sesama pelajar. Uang butuh cepat, cara mudah paling gampang yaitu memalak. Para pelajar yang dipalak itu pasti merasa kaget dan juga tertekan, mereka pasti berpikir, “Waduh, orang-orang ini lagi mau ngapain nih? Daripada nyawa terancam lebih baik kasih ajah yang mereka mau.” Apalagi bila yang dipalak adalah seorang wanita pasti wanita itu akan langsung otomatis meberikan uang yang diminta. Bukan masalah nominal yang diminta tetapi mental orang yang dipalak tersebut.

Oleh Pelajar
Para pelajar pasti akan melakukan pemalakan itu sendiri tanpa mengandalakan orang lain. Pasti mereka juga berpikir jika meminta pertolongan orang lain aset mereka pun akan berkurang. Tak perlu ditanya berani tidaknya, pasti berani kalau dalam situasi mendesak.

Untuk Pelajar
Hasil uang yang mereka palak memang tidak terlalu besar, namun bagi mereka cukup berharga untuk memenuhi kepuasan pribadi mereka. Tak banyak yang bisa dibuat dengan uang-uang tersebut tapi kepuasan dalam diri merekalah yang dicari.

Hubungannya dengan Hak Asasi Pendidikan
Kalau dilihat sekilas soal pemalakan memang tidak terlalu ada hubungannya dengan pendidikan. Namun bila diteliti hal ini cukup berpengaruh besar. Orang-orang yang melakukan pemalakan adalah kebanyakan para pelajar, pemalakan ini membuat status para pendidik menjadi tercoreng. Padahal bukan lah salah pendidik, melainkan salah para pelajar itu sendiri. Banyak sekolah-sekolah yang dikritik karena banyak muridnya menjadi sarang para pemalak. Proses belajar mengajar pun menjadi rengang. Pendidikan menjadi terhambat di sekolah tersebut. Pelajar-pelajar yang tidak berdosa menjadi terhambat juga dalam belajar. Mereka tidak dapat belajar dengan baik dan benar, padahal hanya disebabkan oleh satu orang tapi berdampak pada sesuatu yang besar. Hak semua pelajar dan pendidik sama-sama terganggu.
Para korban pemalakan yang juga adalah para pelajar menjadi sangat depresi akan kejadian pemalakan tersebut, mereka menjadi merasa tidak aman berada di sekolah dan bertemu dengan orang-orang yang berada di sekitarnya. Ia pasti akan merasa curiga kepada teman-temannya. Ia tidak bisa berkonsentrasi belajar dan akhirnya nilai pelajaraannya pun turun. Pemalakan tidak berdampaka besar terhadap materiil tetapi psikis. Hak pelajar tersebut menjadi terenggut hanya karena suatu kejadian yang bertrauma besar.
Pemalakan juga mau mengambarkan bahwa pendidikan mengenai moral kurang dikembangkan. Sekolah-sekolah sekarang ini haruslah meningkatkan pendidikan moral bukan hanya intelektual. Para pelajar pun juga harus bisa menahan nafsu yang besar. Dukungan dari orang lain juga dibutuhkan sebagai motivasi. Dorongan dari dalam diri sendirilah yang utama. Iman tanpa ada perbuatan adalah kosong. Jadi marilah kita berantas pemalakan, tingkatkan pendidkan moral dan mari kita jaga sesame kita satu sama lain.

Desmond Mpilo Tutu adalah seorang teolog yang berasal dari Afrika Selatan. Ia juga merupakan seorang aktivis yang dikenal luas pada era 1980-an sebagai salah seorang penentang apartheid. Tutu dipilih dan ditahbiskan menjadi uskup berkulit hitam pertama di Gereja Anglikan. Ia memperoleh Nobel Perdamaian tahun 1984.

Riwayat Hidup

Mgr. Desmond Tutu lahir di Klerksdorp, Transvaal pada 7 Oktober . Ia disekolahkan di Ventersdorp, Krugersdorp dan Johannesburg. Pada tahun 1954 Tutu memiliki ijazah mengajar dari College Pretoria Bantu Normal dan ia kemudian menyelesaikan gelar Bachelor of Arts di University of South Afrika (UNISA). Tapi setelah tiga tahun sebagai guru, Tutu berhenti sebagai protes terhadap standar pendidikan orang kulit hitam yang memburuk oleh karena pelaksanaan undang-undang tahun 1953.
Pada 2 Juli 1955, Tutu menikahi Nomalizo Shenxane Lea, seorang guru bekas murid ayahnya. Mereka memiliki empat anak: Trevor Armstrong Thamsanqa Tutu, Theresa Ursula Thandeka Tutu, Naomi Nontombi Tutu dan Mpho Andrea Tutu, yang semuanya bersekolah di Swaziland. Tutu telah menikah selama lebih dari 50 tahun.
Setelah mengajar Tutu mendaftarkan diri di Theological College St Peter. Dia ditahbiskan sebagai diakon pada tahun 1960, dan menjadi imam pada tahun 1961. Pada tahun 1962 ia pindah ke London, ia menyelesaikan gelar Honours dan Magister Teologi pada tahun 1966.
Pada tahun 1975 ia diangkat menjadi Dekan Katedral St Maria di Johannesburg, Tutu menjadi orang kulit hitam pertama memegang posisi itu. Dari tahun 1976 sampai 1978 ia menjabat sebagai Uskup Lesotho, dan pada 1978 ia menjadi Sekretaris Dewan Gereja Afrika Selatan pertama yang berkulit hitam. Tutu adalah doktor kehormatan dari sejumlah universitas terkemuka di Amerika Serikat, Inggris dan Jerman.

Sejarah Singkat Apartheid

Apartheid adalah sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih di Afrika Selatan dari sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990. Hukum apartheid dicanangkan pertama kali di Afrika Selatan, yang pada tahun 1930-an dikuasai oleh dua bangsa kulit putih, koloni Inggris di Cape Town dan Namibia dan para Afrikaner Boer (Petani Afrikaner) yang mencari emas/keberuntungan di tanah kosong Arika Selatan bagian timur atau disebut Transvaal (sekarang kota Pretoria dan Johannesburg).
Perdana Menteri Hendrik Verwoerd pada tahun 1950-an mulai mencanangkan sistem pemisahan di antara bangsa berkulit hitam, dan bangsa berkulit putih, yang sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 1913 yaitu "Land Act" dimana para bangsa kulit hitam tidak boleh memiliki tanah semeter pun di luar batas "Homeland" mereka, yang sangat kotor dan tidak terawat. Namun masa kelam itu diakhiri oleh Frederik Willem de Klerk dengan pidato-pidatonya yang bermakna.

Karya Mgr. Desmond
Mgr. Desmond Tutu memprotes sistem Apartheid, karena ia merasa bahwa hal tersebut mengekang kebebasan orang lain. Pada tahun 1976, protes di Soweto atas penegakan pemerintah Apartheid memuncak karena pembantaian puluhan mahasiswa, yang memicu kerusuhan dan kemarahan dunia. Tutu telah menjadi semakin blak-blakan tentang apartheid dan milik pribadi yang diderita oleh orang kulit hitam. Seperti banyak orang yang berbicara menentang apartheid, ia juga dilecehkan oleh polisi keamanan negara dan paspornya disita.
Dalam sebuah tulisan ia mengkritik kebijakan pemerintah dengan menyatakan bahwa orang kulit hitam tidak diberi kesempatan untuk memilih dalam hidup mereka sendiri, malahan mereka menderita di tanah sendiri. Selama ia mengepalai Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ia merangkul seluruh orang Afrika Selatan dan mengikutsertakan mereka dalam karya komisi ini. Komisi ini mengkampanyekan slogan "Kebenaran itu menyakitkan, tapi diam itu membunuh", untuk mengajak seluruh pihak terlibat dalam upaya mengungkap kebenaran dan rekonsiliasi.
Desmond Tutu telah merumuskan tujuan untuk membentuk masyarakat yang demokratis dan berkeadilan tanpa perpecahan rasial, dan telah menetapkan poin-poin berikut sebagai tuntutan minimal:
1. Hak-hak sipil yang sama untuk semua
2. Penghapusan hukum paspor Afrika Selatan
3. Sistem umum pendidikan
4. Penghentian deportasi paksa dari Afrika Selatan untuk yang disebut "tanah air"

Berakhirnya Apartheid

Menyusul pengangkatan FW de Klerk pada tahun 1989 sebagai Presiden Negara, FW de Klerk pada 2 Februari 1990 membatalkan pemblokiran ANC dan partai politik lainnya, dan mengumumkan rencana untuk melepaskan Nelson Mandela dari penjara, yang berlangsung pada 11 Februari. Setelah jatuhnya rezim apartheid di tahun 1994 dan berkuasanya Kongres Nasional Afrika Tutu sering menggunakan frasa Rainbow Nation (Bangsa Pelangi). Ia menggunakannya sebagai sebuah metafora untuk menggambarkan keragaman di Afrika Selatan. Nelson Mandela pun menjadi presiden Afrika Selatan yang pembela dan hebat.
Meskipun apartheid resmi dihapus pada tahun 1990, situasi di Afrika Selatan masih belum lepas dari masalah kemanusiaan. Menurut Tutu masih ada dosa dan juga benih yang berkelanjutan yang dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya penindasan kembali. Ia berpendapat bahwa "Orang yang ditindas kelak dapat menjadi penindas karena dosa membuat kemungkinan ini menjadi ada".
Desmond Tutu Sekarang
Sekarang Desmond telah menjadi Uskup Emeritus, walaupun sudah pension menjadi uskup ia tetap aktif memperjuangkan Hak Asasi Manusia tidak hanya di Afrika Selatan tapi juga di seluruh dunia.

Refleksi
Sebagai manusia kita harus tetap berusaha sebaik mungkin, kita harus mau menjadi orang yang membela kebenaran. Kita juga tidak boleh membeda-bedakan orang karena fisik maupun sikap. Semua orang adalah baik adanya. Tidak ada yang buruk di mata Tuhan, mari menghargai satu sama lain. AMDG (Ad Maiorem Dei Gloriam)

About this blog

Hello, selamat datang di blog saya..
Saya membuat blog ini sebagai tempat merefleksikan diri dan berbagi pengalaman...
SELAMAT MEMBACA....

Total Pageviews

Pages

Powered By Blogger
Powered by Blogger.

Iklan Wacana Bhakti

Bergabunglah bersama kami di Seminari Wacana Bhakti

Followers

About Me

My Photo
Barry Ekaputra
View my complete profile